Sebuah hadits yg bersumber dari Al Ghazali,
Minhajul Abidin, dan Bidayatul Hidayah.
Dengan atas asma Allah Yang Pemurah dan
Penyayang
Ibnu Mubarak menceritakan bahwa Khalid bin
Ma’dan berkata kepada Mu’adz, “Mohon Tuan ceritakan hadits Rasulullah
sallAllahu ‘alayhi wasallam yang Tuan hafal dan yang Tuan anggap paling
berkesan. Hadits manakah menurut Tuan?
Jawab Mu’adz, “Baiklah, akan kuceritakan.”
Selanjutnya, sebelum bercerita, beliau pun
menangis. Beliau berkata, “Hmm, Betapa rindunya diriku pada Rasulullah, ingin
rasanya diriku segera bertemu dengan beliau.”
Kata beliau selanjutnya, “Tatkala aku
menghadap Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam, beliau menunggang unta dan
menyuruhku agar naik di belakang beliau. Kemudian berangkatlah kami dengan
berkendaraan unta itu. Selanjutnya beliau menengadah ke langit dan bersabda:
Puji syukur ke hadirat Allah Yang Berkehendak
atas makhluk-Nya, ya Mu’adz!
Jawabku, “Ya Sayyidi l-Mursalin”
Beliau kemudian berkata, ‘Sekarang aku akan
mengisahkan satu cerita kepadamu. Apabila engkau menghafalnya, cerita itu akan
sangat berguna bagimu. Tetapi jika kau menganggapnya remeh, maka kelak di
hadapan Allah, engkau pun tidak akan mempunyai hujjah (argumen).
Hai Mu’adz! Sebelum menciptakan langit dan
bumi, Allah telah menciptakan tujuh malaikat. Pada setiap langit terdapat
seorang malaikat penjaga pintunya. Setiap pintu langit dijaga oleh seorang
malaikat, menurut derajat pintu itu dan keagungannya.
Dengan demikian, malaikat pula-lah yang
memelihara amal si hamba. Suatu saat sang Malaikat pencatat membawa amalan sang
hamba ke langit dengan kemilau cahaya bak matahari.
Sesampainya pada langit tingkat pertama,
malaikat Hafadzah memuji amalan-amalan itu. Tetapi setibanya pada pintu langit
pertama, malaikat penjaga berkata kepada malaikat Hafadzah:
“Tamparkan amal ini ke muka pemiliknya. Aku
adalah penjaga orang-orang yang suka mengumpat. Aku diperintahkan agar menolak
amalan orang yang suka mengumpat. Aku tidak mengizinkan ia melewatiku untuk
mencapai langit berikutnya!”
Keesokan harinya, kembali malaikat Hafadzah
naik ke langit membawa amal shaleh yang berkilau, yang menurut malaikat
Hafadzah sangat banyak dan terpuji.
Sesampainya di langit kedua (ia lolos dari
langit pertama, sebab pemiliknya bukan pengumpat), penjaga langit kedua
berkata, “Berhenti, dan tamparkan amalan itu ke muka pemiliknya. Sebab ia
beramal dengan mengharap dunia. Allah memerintahkan aku agar amalan ini tidak
sampai ke langit berikutnya.” Maka para malaikat pun melaknat orang itu.
Di hari berikutnya, kembali malaikat Hafadzah
naik ke langit membawa amalan seorang hamba yang sangat memuaskan, penuh
sedekah, puasa, dan berbagai kebaikan, yang oleh malaikat Hafadzah dianggap
sangat mulia dan terpuji. Sesampainya di langit ketiga, malaikat penjaga
berkata:
“Berhenti! Tamparkan amal itu ke wajah
pemiliknya. Aku malaikat penjaga kibr (sombong). Allah memerintahkanku agar
amalan semacam ini tidak pintuku dan tidak sampai pada langit berikutnya. Itu
karena salahnya sendiri, ia takabbur di dalam majlis.”
Singkat kata, malaikat Hafadzah pun naik ke
langit membawa amal hamba lainnya. Amalan itu bersifat bak bintang kejora,
mengeluarkan suara gemuruh, penuh dengan tasbih, puasa, shalat, ibadah haji,
dan umrah. Sesampainya pada langit keempat, malaikat penjaga langit berkata:
“Berhenti! Popokkan amal itu ke wajah
pemiliknya. Aku adalah malaikat penjaga ‘ujub (rasa bangga terhadap kehebatan
diri sendiri) . Allah memerintahkanku agar amal ini tidak melewatiku. Sebab
amalnya selalu disertai ‘ujub.”
Kembali malaikat Hafadzah naik ke langit
membawa amal hamba yang lain. Amalan itu sangat baik dan mulia, jihad, ibadah
haji, ibadah umrah, sehingga berkilauan bak matahari. Sesampainya pada langit
kelima, malaikat penjaga mengatakan:
“Aku malaikat penjaga sifat hasud(dengki) .
Meskipun amalannya bagus, tetapi ia suka hasud kepada orang lain yang mendapat
kenikmatan Allah swt. Berarti ia membenci yang meridhai, yakni Allah. Aku
diperintahkan Allah agar amalan semacam ini tidak melewati pintuku.”
Lagi, malaikat Hafadzah naik ke langit
membawa amal seorang hamba. Ia membawa amalan berupa wudhu’ yang sempurna,
shalat yang banyak, puasa, haji, dan umrah. Sesampai di langit keenam, malaikat
penjaga berkata:
“Aku malaikat penjaga rahmat. Amal yang
kelihatan bagus ini tamparkan ke mukanya. Selama hidup ia tidak pernah
mengasihani orang lain, bahkan apabila ada orang ditimpa musibah ia merasa
senang. Aku diperintahkan Allah agar amal ini tidak melewatiku, dan agar tidak
sampai ke langit berikutnya.”
Kembali malaikat Hafadzah naik ke langit. Dan
kali ini adalah langit ke tujuh. Ia membawa amalan yang tak kalah baik dari
yang lalu. Seperti sedekah, puasa, shalat, jihad, dan wara’. Suaranya pun
menggeledek bagaikan petir menyambar-nyambar, cahayanya bak kilat. Tetapi sesampai
pada langit ke tujuh, malaikat penjaga berkata:
“Aku malaikat penjaga sum’at (sifat ingin
terkenal). Sesungguhnya pemilik amal ini menginginkan ketenaran dalam setiap
perkumpulan, menginginkan derajat tinggi di kala berkumpul dengan kawan sebaya,
ingin mendapatkan pengaruh dari para pemimpin. Aku diperintahkan Allah agar
amal ini tidak melewatiku dan sampai kepada yang lain. Sebab ibadah yang tidak
karena Allah adalah riya. Allah tidak menerima ibadah orang-orang yang riya.”
Kemudian malaikat Hafadzah naik lagi ke
langit membawa amal dan ibadah seorang hamba berupa shalat, puasa, haji, umrah,
ahlak mulia, pendiam, suka berdzikir kepada Allah. Dengan diiringi para
malaikat, malaikat Hafadzah sampai ke langit ketujuh hingga menembus
hijab-hijab (tabir) dan sampailah di hadapan Allah. Para malaikat itu berdiri
di hadapan Allah. Semua malaikat menyaksikan amal ibadah itu shahih, dan
diikhlaskan karena Allah.
Kemudian Allah berfirman:
“Hai Hafadzah, malaikat pencatat amal
hamba-Ku, Aku-lah Yang Mengetahui isi hatinya. Ia beramal bukan untuk Aku,
tetapi diperuntukkan bagi selain Aku, bukan diniatkan dan diikhlaskan untuk-Ku.
Aku lebih mengetahui daripada kalian. Aku laknat mereka yang telah menipu orang
lain dan juga menipu kalian (para malaikat Hafadzah). Tetapi Aku tidak tertipu
olehnya. Aku-lah Yang Maha Mengetahui hal-hal gaib. Aku mengetahui segala isi
hatinya, dan yang samar tidaklah samar bagi-Ku. Setiap yang tersembunyi
tidaklah tersembunyi bagi-Ku. Pengetahuan- Ku atas segala sesuatu yang telah
terjadi sama dengan pengetahuan- Ku atas segala sesuatu yang belum terjadi.
Pengetahuan- Ku atas segala sesuatu yang telah lewat sama dengan yang akan
datang. Pengetahuan- Ku atas segala yang telah lewat sama dengan yang akan
datang. Pengetahuan- Ku atas orang-orang terdahulu sama dengan pengetahuan- Ku
atas orang-orang kemudian.
Aku lebih mengetahui atas sesuatu yang samar
dan rahasia. Bagaimana hamba-Ku dapat menipu dengan amalnya. Mereka mungkin
dapat menipu sesama makhluk, tetapi Aku Yang Mengetahui hal-hal yang gaib. Aku
tetap melaknatnya…!”
Tujuh malaikat di antara tiga ribu malaikat
berkata, “Ya Tuhan, dengan demikian tetaplah laknat-Mu dan laknat kami atas
mereka.”
Kemudian semua yang berada di langit
mengucapkan, “Tetaplah laknat Allah kepadanya, dan laknatnya orang-orang yang
melaknat.”‘
Sayyidina Mu’adz (yang meriwayatkan hadits
ini) kemudian menangis tersedu-sedu. Selanjutnya berkata, “Ya Rasulallah,
bagaimana aku bisa selamat dari semua yang baru engkau ceritakan itu?”
Jawab Rasulullah, “Hai Mu’adz, ikutilah
Nabimu dalam masalah keyakinan (keimanan).”
Tanyaku (Mu’adz), “Engkau adalah Rasulullah,
sedang aku hanyalah Mu’adz bin Jabal. Bagaimana aku bisa selamat dan terlepas
dari bahaya tersebut?”
Berkatalah Rasulullah sallAllahu ‘alayhi
wasallam, “Memang begitulah, bila ada kelengahan dalam amal ibadahmu. Karena
itu, jagalah mulutmu jangan sampai menjelekkan orang lain, terutama kepada
sesama ulama. Ingatlah diri sendiri tatkala hendak menjelekkan orang lain,
sehingga sadar bahwa dirimu pun penuh aib. Jangan menutupi kekurangan dan
kesalahanmu dengan menjelekkan orang lain. Janganlah mengorbitkan dirimu dengan
menekan dan menjatuhkan orang lain. Jangan riya dalam beramal, dan jangan
mementingkan dunia dengan mengabaikan akhirat. Jangan bersikap kasar di dalam
majlis agar orang takut dengan keburukan akhlakmu. Jangan suka
mengungkit-ungkit kebaikan, dan jangan menghancurkan pribadi orang lain, kelak
engkau akan dirobek-robek dan dihancurkan anjing Jahannam, sebagaiman firman
Allah dalam surat An-Naziat ayat 2.”
Tanyaku selanjutnya, “Ya Rasulallah, siapakah
yang bakal menanggung penderitaan seberat itu?”
Jawab Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam,
“Mu’adz, yang aku ceritakan tadi akan mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah.
Engkau harus mencintai orang lain sebagaimana engkau menyayangi dirimu. Dan
bencilah terhadap suatu hal sebagaimana kau benci bila itu menimpa dirimu. Jika
demikian engkau akan selamat.”
Khalid
bin Ma’dan meriwayatkan, “Sayyidina Mu’adz sering membaca hadits ini seperti
seringnya membaca Al-Qur’an, dan mempelajari hadits ini sebagaimana mempelajari
Al-Qur’an di dalam majlis.”
Labels:
Islamic
Terima kasih telah membaca postingan ini, bila ada yang ingin ditanyakan, silahkan bertanya melalui kolom komentar. Ilmu yang berkah adalah ilmu yang dimanfaatkan dengan baik dan diamalkan Tentang 7 Malaikat penjaga 7 Langit. Komentar anda memberikan masukan bagi saya
0 Comment for "Tentang 7 Malaikat penjaga 7 Langit"
Silahkan Berkomentar Disini
Komentar yang anda berikan, menjadikan motivasi untuk saya